Laga Man. United vs Man. City selalu panas. (Foto: Getty Images)
Tetangga berisik. Itulah olok-olok yang disematkan mantan manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson, kepada tim satu kota, Manchester City. Sebutan itu diucapkan Fergie usai Man. City diakuisisi oleh konsorsium UEA, Abu Dhabi United Group, pimpinan Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan. Pasalnya, The Citizens langsung berubah drastis menjadi tim kaya raya dan dengan mudah menggaet pemain-pemain berkualitas dengan harga selangit. Hal itu membuat mereka berkoar bisa merebut takhta juara Premier League dan merusak dominasi Man. United.
Faktanya, tak serta merta The Citizens langsung bisa juara. Fergie pun mengaku telinganya panas setiap kali mendengar koar-koar mereka. Dia pun lantas tak sungkan menyebut The Citizens sebagai “tetangga berisik” yang hanya bisa bicara tanpa bukti nyata.
Tak hanya itu, ketika The Citizens membajak Carlos Tevez pada 2009, Fergie pun kembali membuat pernyataan yang bisa dibilang merendahkan Man. City. Dia berkata, “Man. City adalah klub kecil dengan mental yang kecil pula. Mereka pikir dengan mengambil Tevez sudah menjadi pemenang. Tidak!”.
Toh, seiring berjalannya waktu, “tetangga berisik” itu kini telah menjelma menjadi tetangga yang punya mental juara kuat. Faktanya, mereka mampu mempecundangi Red Devils dalam perburuan gelar juara Premier League 2011-12. Hebatnya, The Citizens melakukannya pada detik-detik akhir laga kontra Queens Park Rangers di pekan pamungkas. Kemenangan dramatis 3-2 atas QPR membuat Man. City juara Premier League musim itu dengan “hanya” unggul selisih gol dari Man. United. Kedua tim memiliki jumlah poin sama.
Musim lalu, The Citizens kembali membuktikan sebagai tim dengan mental juara yang kuat. Mereka juara untuk kali kedua di era Premier League dan dilakukan saat Man. United tengah terpuruk.
Meski sudah bisa membuktikan bahwa Man. City bukan sekadar “tetangga berisik” dengan meraih gelar juara Premier League, tapi mereka dipastikan masih tak terima dengan olok-olok tersebut. Oleh karena itu, setiap bersua dengan Man. United, mereka termotivasi untuk bisa mengalahkan rival sekotanya tersebut.
Toh, rivalitas panas keduanya bukan hanya karena olok-olok Fergie saja. Jauh sebelumnya, sejumlah pemicu telah muncul. Sampai-sampai gesekan suporter dan pemain di atas lapangan kerap muncul. Perseteruan pertama melibatkan Lou Macari dan Mike Doyle pada 1974 silam. Keduanya menjadi pemain pertama yang diusir wasit sepanjang sejarah derby Manchester. Karena menolak keluar lapangan, keduanya sampai digiring polisi. Belum lagi aksi brutal George Best yang mematahkan kaki Glyn Pardoe serta tindakan Roy Keane yang sengaja menghajar kaki Alf Inge Haaland.
Akan tetapi, ada hal menarik yang mungkin luput dari perhatian pemerhati sepak bola. Awalnya, kedua suporter tim ternyata sempat saling bersahabat pada era 1930-an. Saat Man. City bertandang ke kota lain, tak sedikit fans mereka yang menyaksikan laga kandang Manchester United. Pun sebaliknya. Gara-garanya tentu saja persamaan nasib pada masa lampau. Hal itu membuat kedua suporter memiliki rasa senasib. Kala itu, baik The Citizens maupun Red Devils adalah tim yang tak stabil di kasta teratas. Mereka kerap turun ke kasta bawah. Ketika Red Devils sempat mengalami degradasi pada 1921-22, 1930-31, dan 1936-37, The Citizens mengalaminya pada 1925-26 dan 1937-38.
Kedua tim pun tak sungkan saling berbagi stadion. Usai Perang Dunia II, Man. United menjadikan kandang Man. City kala itu, Maine Road, sebagai markas sementara mereka lantaran Old Trafford luluh lantak terkena serangan udara tentara Jerman. Sebagai imbal bailknya, Red Devils mengizinkan tim cadangan The Citizens memakai The Cliff, training ground Man. United kala itu, sebagai markas.
Toh, sedikit demi sedikit, romantisme dan keharmonisan itu mulai ternoda. Percik perselisihan mulai menampakkan diri. Dimulai dari bebera bintang The Citizens seperti Billy Meredith, Herbert Burges, dan Sandy Turnbull yang menyeberang ke Red Devils. Pengkhianatan ini dilatarbelakangi pemberian skorsing oleh manajemen Man. City terhadap kasus suap yang melibatkan ketiga pemain tersebut pada akhir musim 1905-06.
Pada akhirnya,hubungan kedua tim satu kota tersebut makin memanas pada dekade 1960-an. Penyebabnya tak lain prestasi kedua tim yang mulai timpang. Usai Perang Dunia II, prestasi Red Devils mengalami peningkatan tajam. Mereka sukses meraih lima gelar juara liga pada periode 1950 dan 1960-an. Sementara, di era yang sama, The Citizens hanya mampu juara satu kali. Ini mengakibatkan munculnya kecemburuan yang berujung pada rivalitas kedua klub.
Hingga saat ini, kecemburuan The Citizens terhadap prestasi Red Devils belum pupus. Bagi mereka, dua gelar juara di era Premier League yang berhasil direbut belum ada apa-apanya. Oleh karenanya, The Citizens selalu memiliki doktrin harus menang setiap bersua Red Devils. Meski begitu, Man. City merasa tak sepenuhnya kalah dari Man. United. Mereka boleh saja kalah dari segi prestasi. Tapi, sejatinya derajat The Citizens lebih tinggi ketimbang Red Devils sehingga berhak menyandang status penguasa kota Manchester.
Man. City memiliki akar hubungan lebih kuat dengan masyarakat kota lantaran didirikan warga sipil yang merupakan anggota dari pengawas gereja setempat. Sementara itu, Man. United didirikan oleh pihak swasta yakni Lancashire and Yorkshire Railway. Secara emosional, penduduk kota Manchester lebih terikat dengan Man. City.
Well, rasanya ketika Man. City ingin selalu mengalahkan Man. United adalah sebuah kewajaran. Mereka ingin terus membuktikan bukan sekadar “tetangga berisik”. Selain itu, mereka juga ingin menegaskan bahwa penguasa sejati Manchester adalah The Citizens. Sebuah klub yang berdiri didasarkan mayoritas kelompok masyarakat di kota tersebut yakni golongan pekerja. (EP)
0 komentar:
Posting Komentar