Stoke City

0 komentar

Stoke City adalah klub tertua yang berlaga di Liga Primer saat ini. Jika ukurannya dunia, Stoke adalah klub tertua kedua setelah Notts County. Stoke merupakan salah satu klub inggris yang tersukses. Stoke city memiliki prestasi yang sangat banyak. Begitu juga dengan fans, Stoke city memiliki fans lebih dari separuh dari kota Stoke.

Awal Berdiri Stoke City

Stoke didirikan pada 1863 dengan nama Stoke Ramblers, ketika siswa Charterhouse School membentuk sebuah klub sepakbola. Pertandingan pertama klub yang tercatat sejarah adalah pada Oktober 1868 saat menghadapi EM May XV di lapangan Victoria Cricket Club. Sepuluh tahun berselang, Stoke Ramblers melakukan merger dengan Stoke Victoria Cricket Club dan lahirlah Stoke Football Club. Mereka lalu pindah ke stadion yang kelak dikenal dengan Victoria Ground.

Era Kejayaan Stoke City

Periode 1930-an merupakan tahun-tahun paling dikenang dalam sejarah Stoke. Saat itu, klub diperkuat pemain legendaris Inggris, Stanley Matthews. Musim 1932/33, Stoke meraih tiket promosi ke Divisi Satu dan mulai menjadi salah satu klub top masa itu. Februari 1937, Stoke mencatat rekor kemenangan terbesar, 10-3, atas West Bromwich Albion. April tahun yang sama, Stoke mencatat rekor jumlah penonton, 51.373 orang, saat menjamu Arsenal. Sayangnya, Perang Dunia II memaksa liga berhenti selama enam tahun. Ketika Perang Dunia II usai, persis pada musim 1946/47, Matthews pindah ke Blackpool dalam usia 32 tahun.

Era Keterpurukan Stoke City

Pada periode 1970-an, Stoke tampil baik pada turnamen piala. Pada final Piala Liga 1971/72, di depan 97.852 penonton yang memadati stadion Wembley, Stoke menaklukkan tim yang lebih difavoritkan, Chelsea, 2-1. Stoke juga tercatat mampu menembus semi-final Piala FA pada 1970/71 dan 1971/72. Namun, klub terjebak masalah finansial ketika atap stadion di tribun The Butler runtuh akibat badai. Untuk menutupi biaya reparasi, Stoke terpaksa menjual tiga pemain bintangnya saat itu. Akibatnya, Stoke terdegradasi ke Divisi Dua musim 1976/77.

Stoke City Era 1997-Sekarang

Pada 1997/98, Stoke mulai menggunakan kandang baru, stadion Britannia, setelah 119 tahun menghuni Victoria Ground. Awal 2000-an, saham kepemilikan klub dibeli sebuah konsorsium asal Islandia. Pelan-pelan, Stoke pun mampu mendaki kasta demi kasta kompetisi sepakbola Inggris. Musim 2001/02, Stoke berhasil melangkah ke Championship dan mereka harus berjibaku selama enam musim selanjutnya untuk mewujudkan mimpi berlaga di Liga Primer. Saat tampil kembali di Liga Primer musim lalu, banyak pengamat meragukan Stoke mampu mempertahankan status top tier. Seperti yang diketahui sejarah, Stoke mampu membalikkannya dan terus bertahan di kancah tertinggi persepakbolaan Inggris.

Bermain Menjadi Kiper Futsal

15 komentar

Kiper merupakan posisi yang penting dalam permainan futsal. Dia bertugas sebagai pertahanan terakhir sebuah tim. Bila pemain bertahan gagal dalam mempertahankan daerah pertahanan, disini dibutuhkan kiper yang memiliki kemampuan yang baik dalam mencegah gol ke dalam gawang 

Banyak sekali artikel yang membahas bagaimana bermain menjadi seorang kiper futsal. Dalam artikel ini akan membahas hal-hal dasar dan lanjutan yang harus dikuasai seorang kiper futsal yang saya kutip dari wikihow.com

1. Memakai Pelindung. sebagai kiper futsal sangat disarankan untuk memakai pelindung tubuh, karena anda akan sangat sering bergesekan serta menjatuhkan diri ke lantai lapangan yang cukup keras. pelindung lutut, pelindung siku tangan, dan celana panjang akan mengurangi risiko akan cedera saat bermain sehingga anda dapat bermain dengan kemampuan terbaik. Anda harus terbiasa menggunakan pelindung sampai anda merasa nyaman, pada awalnya memakai pelindung justru agak menggangu.

2. Strategi. Ketika bermain sebagai kiper futsal Anda harus mampu melindungi gawang yang memiliki tinggi 2 m dan lebar 3 m. Dalam posisi menjaga gawang, Anda harus selalu waspada seberapa besar posisi tersebut mengcover gawang anda.

3.Taktik. taktik yang perlu anda kuasai adalah menghadang bola. Ada dua cara menghadang agar dapat memblokir tembakan lawan

Cara yang pertama, saat situasi penyerang lawan mendapat umpan yang menuju gawang, anda dapat mengejutkan penyerang dengan berlari menuju bola untuk ditahan atau ditendang. dengan begitu akan memaksa penyerang untuk menembak bola dalam posisi terjepit atau bahkan penyerang tidak sempat menembak bola.

Cara kedua, pada saat penyerang lawan mendapat bola dan  berhadapan satu lawan satu dengan Anda. Dalam situasi ini, sebaiknya anda menjaga jangan sampai bola yang ditembak melewati sela-sela kaki. Usahakan memblok bola dengan menggunakan kaki bila lawan menembak datar sehingga anda tetap dapat memblok atau menangkap bola apabila lawan mencoba melambungkan bola di atas kepala.

4. Penalti. Jika anda menghadapi penalti, situasi ini cukup riskan untuk menahan bola karena titik pinalti dalam futsal jaraknya cukup dekat. Posisikan badan anda dengan baik dengan gawang, ini merupakan taktik terbaik untuk seorang kiper. Bila tendangan pinalti dilakukan dan Anda dapat menjangkau sisi sisi gawang, tetaplah diposisi tengah kecuali anda dapat membaca arah bola ke kanan atau ke kiri gawang. Kebanyakan penendang pinalti berusaha menendang dengan sekuat-kuatnya tanpa akurasi yang baik.

5. Tendangan bebas. Tendangan bebas dapat terjadi bila ada pelanggaran yang dilakukan oleh pemain. Yang cukup berbahaya adalah tendangan bebas yang posisinya dekat area pinalti. Untuk mengantisipasi, anda bisa membuat pagar hidup 2 orang untuk menutup ruang tembak. Sedangkan pemain lain dapat menjaga pemain lawan yang berdiri bebas serta menjaga bolarebound.

6. Tendangan sudut. Bila terjadi tendangan sudut. Sebaiknya kiper berdiri ditiang gawang dimana tendangan sudut dilakukan atau dalam situasi tersebut, tiang bagian depan. Posisikan badan agak berjongkok untuk mengantisipasi bola datar yang datang. Bisa juga membuat satu pagar hidup dekat tendangan sudut untuk melindungi gawang.
Instruksikan kepada pemain lain untuk menjaga pemain lawan, karena pada saat tendangan sudut, pandangan kiper fokus ke bola yang akan di tendang. Sulit untuk melihat posisi pemain lawan lain yang bergerak bebas.

7. Strategi lain. 
Anda memungkinkan untuk keluar dari gawang atau area pinalti untuk mengambil tendangan ke dalam yang berdekatan dengan posisi gawang serta juga harus memperhatikan posisi lawan saat melakukannya. Selain itu Anda dapat melakukan tembakan dari tengah lapangan pada saat tim menyerang dan semua pemain lawan di daerah pertahanan sendiri. Resiko strategi ini akan berbahaya apabila lawan dapat memotong atau merebut bola lalu menembak ke gawang anda pada situasi-situasi diatas.

Tips Bek Futsal

0 komentar

Posisi bek dalam permainan futsal maupun sepakbola sangat vital keberadaannya, karena bek merupakan benteng terhadap serangan lawan sebelum lawan berhadapan dengan penjaga gawang. Bek menjadi pemain yang paling diandalkan oleh penjaga gawang dalam menghalau serangan, agar gawang tidak kebobolan.
Sebenarnya dalam futsal nyaris tak ada posisi, namun ada beberapa tips yang bisa terapkan untuk meningkatkan kemampuan bertahan, alias menjadi bek yang tangguh dan handal.
Siap menempuh jarak ekstra sampai situasi one-on-one
Menjadi bek futsal membutuhkan kesediaan untuk menempuh jarak ekstra, siap untuk banyak berlari. Memberi pressing, membayangi striker, sampai ikut maju membantu serangan. Saat futsalover telah siap banyak berlari, mengorbankan sebagian besar stamina untuk mengamankan pertahanan, maka itulah yang namanya determinasi yang akan membedakan futsalover dari defender lainnya.
Memilih menjadi bek, berarti sebagian besar waktu futsalover yaitu berada di daerah pertahanan sendiri. Akan banyak situasi one-on-one yang terjadi karena counter-attackdan futsalover harus siap menghadapinya. Futsalover bisa meniru bek profesional, mereka biasa menghadapi situasi ini dengan posisi menyamping. Satu kaki di depan, satu kaki di belakang dengan tumit sedikit menjinjit untuk kemudahan mengikuti pergerakan lawan. Namun ingat, jangan terjebak melihat bola dan pergerakan kaki lawan, fokuslah pada pergerakan pinggul karena gerakan pinggul condong mengarah kepada kemungkinan lawan melakukan manuver.
Mengambil keputusan dengan tenang
Jangan terburu-buru melakukan tackling, sebisa mungkin paksa lawan mengoper saat mereka tidak bisa melewati futsalover. Ingat, tackling dalam futsal hanya sebatas menjulurkan kaki saja, tidak boleh sliding. Cukup bayangi lawan dalam situasi one-on-one, yakni dengan berusaha mengikuti langkahnya saja, lakukan dengan tenang. Jika futsalover tidak tenang dan terlalu cepat menjulurkan kaki untuk merebut bola, maka dengan mudah dribbler lincah akan melewati futsalover.
Biasakan menoleh ke kiri dan kanan dengan cepat untuk mendapat gambaran sekilas situasi di sekitar futsalover setiap saat. Lakukan ini sampai menjadi kebiasaan yang melekat, karena bukan hanya untuk mengetahui posisi lawan saja, tapi juga posisi kawan untuk dioper setelah berhasil merebut bola.
Bantu menyerang, cukup maju setengah lapangan
Jangan meninggalkan daerah pertahanan melampaui garis setengah lapangan. Bersiaplah di sana bila kawan perlu melakukan back pass, dan kemungkinan yang terburuk untuk menghadapi serangan balik. Jangan buru-buru tackle, cukup bayang-bayangi lawan, jika situasinya 2 lawan  1, arahkan pemain yang membawa bola keluar dari ruang tembak dengan cara memaksanya bermain melebar ke pinggir, dan saat ia mengumpankannya kepada kawan yang lain. Saat itu juga berikan pressing kepada penerima bola. Lakukan semua itu untuk menunda serangan selama mungkin sampaiback up dari rekan datang untuk membantu pertahanan.

Prinsip-prinsip bertahan:  

- Selalu mencoba untuk menggiring lawan kita ke sisi lapangan untuk mempersempit ruang gerak lawan.

- Berdiri dengan kuda-kuda yang kuat dan antisipasi gerakan lawan, jangan memberi kesempatan untuk dilewati lawan.


- Memberi dukungan dari belakang (back-up) kepada rekan kita yang sedang menghadapi lawan, terutama apabila lawan sudah memasuki area pertahanan kita.


- Perhatikan kaki terlemah lawan, paksakan agar lawan menggiring bola dengan kaki lemahnya.


- Melakukan gerakan yang tak terduga atau tiba-tiba untuk mencuri bola yang sedang dikuasai lawan.


- Jangan mencoba untuk merebut bola yang sedang dikuasai lawan terutama terhadap lawan yang mempunnyai skill individu yang baik, karena kesempatan untuk mendapatkannya hanya 50%.


- Antisipasi pada saat lawan melakukan passing agar kita bisa memotong aliran bola.


- Pada saat lawan di sudut lapangan kita dengan punggung ke arah penjaga gawang, lakukan lock / pressing dengan 2 pemain.

- Pada saat lawan menggunakan 1 striker, berdirilah disamping striker lawan bukan dibelakangnya.

Kisah Perebutan Stasiun Kereta yang Menyulut Permusuhan Spurs-Arsenal

0 komentar

Kisah Perebutan Stasiun Kereta yang Menyulut Permusuhan Spurs-ArsenalFoto udara London Utara (ciwm.co.uk)
Orang "luar" mungkin terlanjur tahu bahwa Arsenal versus Tottenham Hotspur adalah derby London Utara. Buat orang Spurs, kaum The Gunners adalah pendatang dari tenggara, bukan asli utara.

*

Kepada teman yang berkunjung ke London dan menginap di rumah, bagi yang penggemar bola apalagi penggemar Tottenham atau Arsenal, saya paling suka mengajak mereka menelusuri tempat-tempat yang terkait dengan kedua klub ini. Bukan karena saya punya misi khusus, tetapi kebetulan saya tinggal di komplek perumahan di daerah Plumstead Common, London Tenggara, tempat Arsenal lebih seratus tahun lalu dilahirkan, dan untuk menunjukkan betapa sejarah dua klub ini erat bersinggung.

Saya akan membawa mereka ke komplek (bekas) pabrik pembuatan senjata di Woolwich Arsenal, yang sekarang berubah menjadi komplek perumahan mahal bernama Royal Arsenal. Komplek itu sekaligus menjadi tempat wisata lengkap dengan museum meriamnya dan pelabuhan di pinggir Sungai Thames yang sangat terkenal itu.

Seperti diketahui, adalah inisiatif pegawai dari pabrik senjata itu yang menjadi cikal bakal Arsenal yang sekarang. Dua kandang awal Arsenal, Manor Ground, sekarang berubah menjadi gudang industri, dan Invicta Ground, sekarang tak bersisa menjadi perumahan penduduk yang agak kumuh, berada tak jauh dari pintu masuk sebelah timur pabrik senjata itu.

Tidak semua teman pendukung Arsenal tertarik dengan kunjungan itu karena memang sulit untuk bisa merasakan greget pentingnya akar London Tenggara Arsenal kalau bukan orang lokal. Sementara teman pendukung Tottenham merasa, buat apa mengunjungi tempat lahir Arsenal.

Tak apa. Saya sangat bisa mengerti kedua sentimen itu, dan tak rugi-apa-apa. Toh untuk sekadar melewati dan menunjukkan tempat-tempat itu hanya makan waktu tak lebih dari 15 menit pakai mobil. Atau bisa dilakukan sambil lalu ketika berangkat ke pusat kota, yang harus dimulai dari stasiun kereta api atas tanah (atau dikenal dengan British Rail) Woolwich Arsenal, yang bersebelahan dengan tempat-tempat yang saya sebutkan tadi.

Biasanya, baru setelah kami menyeberang Sungai Thames dan berada di London Utara, mengunjungi baik Tottenham (White Hart Lane) ataupun Arsenal (Emirates) --keduanya hanya terpisahkan sejauh sekitar 5,5 kilometer--, saya bisa menjelaskan dengan mudah mengapa tempat kelahiran Arsenal di Plumstead itu menjadi penting.

Penggemar bola, begitupun juga media, sering melukiskan persaingan sengit Tottenham dan Arsenal dikarenakan mereka bertetangga, berebut wilayah. Ada benarnya tentu saja. Tetapi dengan memahami kelahiran Arsenal di Plumstead tahun 1886, ia memberi konteks persaingan Tottenham-Arsenal yang berbeda. Ada sebuah permusuhan yang lebih mendasar lagi, sebuah persoalan resentment (rasa penolakan yang sengit) oleh satu kelompok masyarakat terhadap kelompok lain yang dianggap asing, bukan penduduk asli, pendatang.

Dan pintu masuk cerita yang saya gunakan selalu sama, ketika kami berhenti di sebuah stasiun kereta api bawah tanah bernama Arsenal. Sebuah stasiun kereta api di jalur bernama Piccadilly yang melayani London Utara menembus pusat kota dan berujung di bandar udara Heathrow di London Barat. Hanya sebuah stasiun kecil, sepi, terjepit (dalam arti yang sesungguhnya) di antara deretan rumah penduduk. Akan tetapi, menyebut keberadaan stasiun itu ke penggemar Tottenham, itulah tumpahan minyak abadi bagi api yang terus mengingatkan akan hilangnya sebuah wilayah yang direbut pendatang dan tak akan pernah lagi kembali.

Stasiun Arsenal itu dulunya bernama Gillespie Road. Namun di tahun 1932 jawatan kereta api London, tunduk di bawah tekanan pengurus Arsenal FC, mengganti namanya menjadi Arsenal. Untuk memenuhi persyaratan resmi penggantian nama itu, jawatan kereta api London bahkan harus memperbaharui semua peta kereta api yang ada di setiap stasiun kereta api di London. Kini, satu-satunya yang mengingatkan nama asli stasiun itu hanyalah mural bertuliskan Gilespie Road di dinding dalam peron stasiun yang untuk alasan cagar budaya tidak boleh diganti.

Pengurus Arsenal memang menginginkan pergantian itu agar asosiasi kewilayahan mereka termantabkan, termaktubkan abadi setelah pindah dari Plumstead tahun 1913. Mereka sadar, bagaimanapun mereka adalah pendatang dan harus mencari cara untuk menancapkan akar kewilayahan mereka. Pergantian nama stasiun adalah salah satu wujudnya.

Mereka berhasil. Jarangnya rumah penduduk di daerah itu puluhan tahun silam membuatnya seperti hanya melayani Highbury, kandang Arsenal saat itu, yang berjarak tak lebih dari seratus langkah dari stasiun. Stasiun Arsenal seperti satu-satunya alasan untuk melayani klub Arsenal. Bahkan hingga kini stasiun Arsenal merupakan satu-satunya stasiun kereta api dengan nama mengikuti nama sebuah klub sepakbola.

Tottenham tentu saja sekuat tenaga berusaha untuk mencegah pergantian nama itu. Mereka khawatir dan paham gelagat, pergantian nama itu adalah sebuah simbol: Arsenal yang sebelumnya dianggap tamu tak diundang dari seberang selatan Sungai Thames telah menancapkan kuku dan akan menetap selamanya.

Sejarah membuktikan langkah Arsenal maupun kekhawatiran Tottenham benar adanya. Penamaan itu seperti memberi keabsahan kewilayahan bagi Arsenal, keabsahan bahwa mereka bukan lagi pendatang, keabsahan bahwa mereka berhak untuk hidup dan berkembang di tempat itu dan sekitarnya. Dengan pengukuhan nama stasiun itu, sebelum persoalan dibawa ke lapangan bola, Tottenham sudah ketinggalan skor 0-1.

Anda pasti mengerti, mentalitas orang Inggris ini sebenarnya insular -- dari kata Latin insularis, lalu menjadi insula dan kemudian menjadi kata dasar bahasa Inggris island (pulau). Sebuah kata sifat yang menggambarkan sikap yang abai, tidak tertarik dengan budaya dan pemikiran orang lain, tidak tertarik dengan yang ada di luar jagat kehidupan mereka ataupun wilayah pengalaman kelompok lain.

Sifat ini terbentuk karena Inggris Raya pada dasarnya adalah sebuah pulau yang terpisah dari negara-negara sekitarnya. Laut menjadi benteng dari hiruk pikuk yang terjadi di Eropa Daratan. Segala sesuatu (nilai-budaya-pemikiran-agama) yang datang dari luar kepulauan Inggris Raya selalu seperti ter-Inggris-kan terlebih dahulu sebelum diterima masyarakat kebanyakan. Harus ada cengkok khas Inggrisnya.

Bukan berarti Inggris tidak mengalami pergolakan dan apa yang terjadi di negara tetangga tidak berimbas. Namun laut yang mengelilingi Inggris memberi situasi yang relatif stabil sejak negara ini bersatu sekitar 1.000 tahun yang lalu.

Bandingkan dengan Eropa daratan yang terus saja bergolak hingga sekarang: eksperimen politik yang tidak pernah selesai --dengan Uni Eropa-nya misalnya, batas wilayah kenegaraan yang terus menerus berubah-ubah-- bahkan hingga abad 20 ketika Perang Dunia I pecah hingga keruntuhan Uni Soviet, bersatunya Jerman dan pecahnya Balkan.

Tak heran kalau warga Inggris ini selalu curiga dengan pendatang dan segala sesuatu yang berbau asing-dari luar. Bagi mereka persoalan kepemilikan dan kemandirian wilayah adalah segalanya. Yang dari luar selalu saja hanya membawa persoalan. Keengganan Inggris untuk secara penuh masuk ke Uni Eropa ataupun melepas poundsterling ketika anggota Uni Eropa menerima (mata uang) euro, sedikit banyak didasari oleh mentalitas insular ini. Seberapapun mereka memerlukan Eropa sebagai mitra bisnis, politik dan pertahanan tetap saja mereka curiga Eropa (asing-luar) adalah ancaman.

Tetapi kembali ke persoalan Tottenham, kalau di zaman sekarang saja insularitas masih mewarnai sikap pemerintah Inggris, maka bisa dibayangkan ketika puluhan tahun silam Arsenal berhasil mengubah nama stasiun Gillespie Road menjadi Arsenal. Persoalan insularitas ini bukan hanya di tingkat negara, tetapi juga di tingkat yang lebih kecil. Antarkota, antarwilayah dalam satu kota, antaretnis, antarklub sepakbola dan seterusnya dan sebagainya.

Bagi Tottenham kedatangan Arsenal hanyalah pembawa persoalan yang terbukti bebannya masih saja mereka tanggung hingga sekarang. Apalagi kalau dikaitkan dengan prestasi yang untuk 20 tahun terakhir Arsenal boleh dikatakan berada di atas mereka. Untuk mengatakan raja di kampung sendiri saja Tottenham tidak bisa melakukannya.

Bagi Tottenham Arsenal selalu dianggap tak lebih klub London Tenggara yang menumpang di tanah mereka. Pendatang. Asing. Tak peduli walau Arsenal telah berada di London Utara selama 100 tahun dan mengurat akar, jauh lebih lama dibanding keberadaan di Plumstead yang hanya 27 tahun.

Anda mungkin menganggap cerita saya ini berlebihan. Tetapi tahukah anda bahwa hingga detik ini pendukung Tottenham tetap menyebut stasiun Arsenal dengan Gilespie Road dalam pembicaraan sehari-hari? Tahukah juga anda bahwa ketika di tahun 2006 Arsenal boyongan dari Highbury ke Emirates, yang jaraknya hanya sepelemparan baru itu, pendukung Tottenham mengajukan petisi meminta pemerintah London untuk mengembalikan nama stasiun Arsenal kembali ke Gilespie Road?

Permintaan itu tak digubris pemerintah London. Mereka (pemerintah London) seperti mengatakan, "Kamu lihat itu lapangan bola. Masuk sana dan buktikan kalau kamu memang pemilik London Utara."

Sumber

Profil Pemain: Bateria, Winger Futsal yang Mematikan Asal Brazil

0 komentar

Dione Alex Veroneze, yang terkenal dengan sebutan “Bateria” adalah salah satu pemain futsal FC Barcelona yang baru bergabung dengan Barcelona pada musim 2014/2015 kemarin. Lahir di Palmitos (Santa Catarina, Brazil), ia baru menjadi seorang pemain profesional pada musim 2010/2011 dengan bermain di klub Krona Joinville. Setahun kemudian ia berhasil menarik salah satu klub raksasa Spanyol, Inter Movistar.
Seperti pemain Brazil pada umumnya, ia memiliki nama yang unik. Pada jersey yang ia gunakan tertulis “Bateria”. Nama berasal dari ayahnya yang memiliki toko baterai accu mobil di Palmitos.
Karir Bateria bersama Inter Movistar boleh dibilang sangat sukses. Ia menjadi salah satu pemain kunci dari Inter Movistar, terutama pada musim 13/14, saat Inter Movistar berhasil mematahkan dominasi FC Barcelona dengan menjadi juara Liga Nacional de Futbol Sala (LNFS). Dalam 3 musim bersama Inter, ia memenangkan 1 gelar liga (2013/2014), 2 Spanish Cup (2014), dan 1 Spanish Super Cup (2011). Bahkan Bateria sempat terpilih sebagai pemain terbaik pada musim 2013/2014.
Tim nasional Brazil pun tertarik dengan performanya dan memanggil Bateria untuk bermain bagi negaranya sejak tahun 2013. Bersama Brazil, ia berhasil meraih Juara Grand Prix Futsal pada tahun 2013.
Bateria adalah seorang pemain yang dapat dipercaya untuk menciptakan banyak gol di setiap musim, walaupun ia bukan seorang pemain depan/pivot. Ia adalah pemain sayap berkaki kidal yang juga terus berkembang tidak hanya dalam kemampuannya menyerang, namun juga bertahan. Kecepatan dan pengambilan keputusan adalah dua kelebihan utama dari Bateria yang membuat tim lawan takut terhadapnya.
Bersamaan dengan Rafa Usin dan Ferrao, Bateria memperkuat FC Barcelona sejak musim 2014/2015. Sayang, pada musim tersebut ia harus mengalami paceklik gelar, karena Inter Movistar masih mempertahankan dominasi mereka. Namun ia tak perlu kecewa. Dengan usianya yang masih relatif muda dan keberadaannya di klub yang terus bersaing di kasta tertinggi secara reguler, masih banyak kesempatan baginya untuk memperoleh gelar dan mungkin saja suatu saat mencetak sejarah.

Bagi para pembaca yang belum pernah melihat Bateria bermain, anda bisa menontonnya pada video di bawah:



7 Tipe Pemain Futsal yang Pasti Pernah Kamu Jumpa

0 komentar

Selamat siang, kali ini kami tidak akan membahas tentang sepatu futsal, namun sedikit bersantai dengan menulis sebuah artikel yang ringan tentang olahraga futsal. Sebagai penggemar olahraga futsal, pastinya anda sering bertemu dengan berbagai macam pemain kan? Namun, dari banyak teman-teman futsal anda tersebut, biasanya ada beberapa kebiasaan yang mirip diantara mereka, sehingga menjadi sebuah stereotipe. Di lapangan rumput, sintetis, lapangan karet/taraflex, anda biasanya tetap akan bertemu dengan pemain-pemain macam ini.
1: Messi/Ronaldo KW 1
Messi/Ronaldo KW 1 sangat menyukai bola dan jerseynya yang keren (biasanya antara brazil, barcelona, atau klub klub yang berisi pemain yang jago dribbling). Messi/Ronaldo KW 1 lebih memilih mendribble dan melewati orang lain dibandingkan melihat timnya mencetak gol. Menurutnya, ia adalah Messi/Ronaldo di dalam tim, namun tidak seperti kedua pemain hebat tersebut, ia tidak membutuhkan rekan-rekannya.
Karena rasa percaya diri yang tinggi, ia yakin setiap ia menyentuh bola pasti ia bisa melewati pemain lawan dan mencetak gol. Jika tidak diperlukan, ia tidak akan mengoper bola. Sentuhan magisnya akan membuat lawan tunduk, bahkan dalam situasi tersulit sekalipun (di pojok lapangan).
Messi/Ronaldo KW 1 merasa ia harus selalu dipassing. Jika ia tidak mendapat bola ia akan berteriak kepada rekannya. “Kenapa gak oper gue? Gue bisa nyetak gol tadi!”
2: Si Tukang Jeber
Si tukang jeber sangat menyukai shooting keras. Baginya, perasaan saat bola menyentuh kaki dan mengarah ke pojok gawang adalah sensasi yang tak tergantikan. Ia memiliki tenaga yang baik, sayang akurasi dan tekniknya kadang membuatnya kecewa. Si Tukang Jeber pernah mencetak beberapa gol cantik dan merasa yakin ia dapat mencetaknya lagi dan lagi setiap ada kesempatan. Idolanya adalah Steven Gerrard dan Frank Lampard, dan ia senang menendang bola sekeras mungkin dengan kedua kaki.
Si Tukang Jeber tidak pernah kehilangan rasa percaya diri. Walaupun 9 dari 10 kali kesempatan ia selalu menendang bola ke pojok (pojok lapangan, bukan pojok gawang), ia tetap melakukannya.
3: Si Jendral Lapangan
Si Jendral Lapangan mengenal sepakbola dan futsal dengan baik. Ia sudah pernah mengikuti berbagai kompetisi dan latihan, sehingga tahu persis bagaimana cara bermain. Ia tahu kapan harus berlari, mengoper, atau menembak. Si Jendral Lapangan bisa menjadi aset yang baik jika tim anda tidak dipenuhi oleh Messi/Ronaldo KW 1 dan Tukang Jeber.
Namun, Si Jendral Lapangan ini juga bipolar, jika ia mendapatkan tim yang dipenuhi oleh pemain yang kurang baik, ia akan mulai marah dan meneriakkan perintah kepada rekannya. Sayangnya, rekannya yang memang medioker tidak bisa menjalankan perintahnya. Biasanya pada titik ini Si Jendral Lapangan akan berubah menjadi Messi/Ronaldo KW 1, Tukang Jeber, atau jika anda kurang beruntung, menjadi Si Gila.
4: Si Gila
Si Gila adalah pemain paling berbahaya. Ia sering bertopeng sebagai Si Jendral Lapangan atau Messi/Ronaldo KW 1. Setelah ia bermain selama 10-20 menit, amarah dan frustasi mengambil alih kewarasannya.
Biasanya hal ini terjadi saat Si Gila disenggol ringan, dipermalukan, dicemooh, atau kalah telak. Si Gila akan selalu mencari cara untuk membalasnya. Kadang dimulai dengan “ketidaksengajaan”, lama kelamaan bisa menjadi body charge, dan terus berkembang sampai kakinya mengarah ke wajah anda. Kalau Si Gila sudah mulai menggila, tekel-tekel berbahaya pun dikeluarkannya. Biasanya Si Gila adalah orang yang paling ditakuti sekaligus dibenci.
5: Si Pak Tua
Si Pak Tua sudah bermain sepakbola selama 25 tahun. Ia mengenal olahraga ini lebih lama daripada pemain lainnya di lapangan dan ia bisa bermain di segala posisi. Karena ia tidak punya kekuatan dan stamina seperti dulu, Si Pak Tua senang bermain di belakang. Ia tidak selalu marah-marah, namun jika rekannya bermalas-malasan ia akan menasehatinya.
Si Pak Tua adalah aset yang berharga bagi tim. Tidak egois, ia akan mengoperkan bola dan bertahan saat dibutuhkan. Jika ia maju ke depan, rekannya akan senang hati menjaga posisinya di belakang. Si Pak Tua tidak pernah protes saat harus menjadi kiper.
6: Si Besar
Si Besar adalah pemain yang memiliki tubuh seperti pegulat, namun sangat menyukai sepakbola. Beberapa dari mereka memiliki bakat yang lebih saat menjadi penjaga gawang, namun beberapa dari mereka menyukai bermain sebagai pemain. Sebagian dari mereka memiliki teknik yang lumayan, walaupun biasanya setelah 5-10 menit mereka mulai kehabisan nafas dan mulai melakukan kesalahan-kesalahan mendasar.
7. Si “Remeh”
Si “Remeh” sudah bermain sepakbola sejak lama, dan ia selalu dianggap sebagai pemain medioker, anak mami, atau kurang mumpuni, pada saat pertama kali bermain. Setelah 10-15 menit bermain, si Remeh mulai menunjukkan kemampuan dan tanggung jawabnya (ia tidak pernah merasa keberatan bermain di belakang atau menjadi kiper), pemain lawan mereka merasa menyesal tidak memilihnya sebagai anggota timnya. Biasanya setelah minggu kedua atau ketiga mulai menjadi rebutan.

Rivalitas Man. United vs Man. City

0 komentar


Rivalitas Man. United vs Man. City: Sempat Jalin Hubungan HarmonisLaga Man. United vs Man. City selalu panas. (Foto: Getty Images)

Tetangga berisik. Itulah olok-olok yang disematkan mantan manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson, kepada tim satu kota, Manchester City. Sebutan itu diucapkan Fergie usai Man. City diakuisisi oleh konsorsium UEA, Abu Dhabi United Group, pimpinan Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan. Pasalnya, The Citizens langsung berubah drastis menjadi tim kaya raya dan dengan mudah menggaet pemain-pemain berkualitas dengan harga selangit. Hal itu membuat mereka berkoar bisa merebut takhta juara Premier League dan merusak dominasi Man. United.
Faktanya, tak serta merta The Citizens langsung bisa juara. Fergie pun mengaku telinganya panas setiap kali mendengar koar-koar mereka. Dia pun lantas tak sungkan menyebut The Citizens sebagai “tetangga berisik” yang hanya bisa bicara tanpa bukti nyata.
Tak hanya itu,  ketika The Citizens membajak Carlos Tevez pada 2009, Fergie pun kembali membuat pernyataan yang bisa dibilang merendahkan Man. City. Dia berkata, “Man. City adalah klub kecil dengan mental yang kecil pula. Mereka pikir dengan mengambil Tevez sudah menjadi pemenang. Tidak!”.
Toh, seiring berjalannya waktu, “tetangga berisik” itu kini telah menjelma menjadi tetangga yang punya mental juara kuat. Faktanya, mereka mampu mempecundangi Red Devils dalam perburuan gelar juara Premier League 2011-12. Hebatnya, The Citizens melakukannya pada detik-detik akhir laga kontra Queens Park Rangers di pekan pamungkas. Kemenangan dramatis 3-2 atas QPR membuat Man. City juara Premier League musim itu dengan “hanya” unggul selisih gol dari Man. United. Kedua tim memiliki jumlah poin sama.
Musim lalu, The Citizens kembali membuktikan sebagai tim dengan mental juara yang kuat. Mereka juara untuk kali kedua di era Premier League dan dilakukan saat Man. United tengah terpuruk.
Meski sudah bisa membuktikan bahwa Man. City bukan sekadar “tetangga berisik” dengan meraih gelar juara Premier League, tapi mereka dipastikan masih tak terima dengan olok-olok tersebut. Oleh karena itu, setiap bersua dengan Man. United, mereka termotivasi untuk bisa mengalahkan rival sekotanya tersebut.
Toh, rivalitas panas keduanya bukan hanya karena olok-olok Fergie saja. Jauh sebelumnya, sejumlah pemicu telah muncul. Sampai-sampai gesekan suporter dan pemain di atas lapangan kerap muncul. Perseteruan pertama melibatkan Lou Macari dan Mike Doyle pada 1974 silam. Keduanya menjadi pemain pertama yang diusir wasit sepanjang sejarah derby Manchester. Karena menolak keluar lapangan, keduanya sampai digiring polisi. Belum lagi aksi brutal George Best yang mematahkan kaki Glyn Pardoe serta tindakan Roy Keane yang sengaja menghajar kaki Alf Inge Haaland.
Akan tetapi, ada hal menarik yang mungkin luput dari perhatian pemerhati sepak bola. Awalnya, kedua suporter tim ternyata sempat saling bersahabat pada era 1930-an. Saat Man. City bertandang ke kota lain, tak sedikit fans mereka yang menyaksikan laga kandang Manchester United. Pun sebaliknya. Gara-garanya tentu saja persamaan nasib pada masa lampau. Hal itu membuat kedua suporter memiliki rasa senasib. Kala itu, baik The Citizens maupun Red Devils adalah tim yang tak stabil di kasta teratas. Mereka kerap turun ke kasta bawah. Ketika Red Devils sempat mengalami degradasi pada 1921-22, 1930-31, dan 1936-37, The Citizens mengalaminya pada 1925-26 dan 1937-38.
Kedua tim pun tak sungkan saling berbagi stadion. Usai Perang Dunia II, Man. United menjadikan kandang Man. City kala itu, Maine Road, sebagai markas sementara mereka lantaran Old Trafford luluh lantak terkena serangan udara tentara Jerman. Sebagai imbal bailknya, Red Devils mengizinkan tim cadangan The Citizens memakai The Cliff, training ground Man. United kala itu, sebagai markas.
Toh, sedikit demi sedikit, romantisme dan keharmonisan itu mulai ternoda. Percik perselisihan mulai menampakkan diri. Dimulai dari bebera bintang The Citizens seperti Billy Meredith, Herbert Burges, dan Sandy Turnbull yang menyeberang ke Red Devils. Pengkhianatan ini dilatarbelakangi pemberian skorsing oleh manajemen Man. City terhadap kasus suap yang melibatkan ketiga pemain tersebut pada akhir musim 1905-06.
Pada akhirnya,hubungan kedua tim satu kota tersebut makin memanas  pada dekade 1960-an. Penyebabnya tak lain prestasi kedua tim yang mulai timpang. Usai Perang Dunia II, prestasi Red Devils mengalami peningkatan tajam. Mereka sukses meraih lima gelar juara liga pada periode 1950 dan 1960-an. Sementara, di era yang sama, The Citizens hanya mampu juara satu kali. Ini mengakibatkan munculnya kecemburuan yang berujung pada rivalitas kedua klub.
Hingga saat ini, kecemburuan The Citizens terhadap prestasi Red Devils belum pupus. Bagi mereka, dua gelar juara di era Premier League yang berhasil direbut belum ada apa-apanya. Oleh karenanya, The Citizens selalu memiliki doktrin harus menang setiap bersua Red Devils. Meski begitu, Man. City merasa tak sepenuhnya kalah dari Man. United. Mereka boleh saja kalah dari segi prestasi. Tapi, sejatinya derajat The Citizens lebih tinggi ketimbang Red Devils sehingga berhak menyandang status penguasa kota Manchester.
Man. City memiliki akar hubungan lebih kuat dengan masyarakat kota lantaran didirikan warga sipil yang merupakan anggota dari pengawas gereja setempat. Sementara itu, Man. United didirikan oleh pihak swasta yakni Lancashire and Yorkshire Railway. Secara emosional, penduduk kota Manchester lebih terikat dengan Man. City.
Well, rasanya ketika Man. City ingin selalu mengalahkan Man. United adalah sebuah kewajaran. Mereka ingin terus membuktikan bukan sekadar “tetangga berisik”. Selain itu, mereka juga ingin menegaskan bahwa penguasa sejati Manchester adalah The Citizens. Sebuah klub yang berdiri didasarkan mayoritas kelompok masyarakat di kota tersebut yakni golongan pekerja. (EP)

Suporter dan Hal-hal yang Tak Terbeli dari Sebuah Klub

0 komentar

Suporter memang tak pernah mendapat tugas untuk merebut bola ataupun mencetak gol. Mereka tak perlu bersusah-payah di atas lapangan demi memenangkan satu pertandingan.
Walau tak terlibat secara langsung dalam pertandingan, suporter adalah salah satu elemen utama dalam sepakbola. Pada dasarnya, suporter sepakbola dibentuk oleh komunitas atau kelompok masyarakat yang berisikan individu – individu yang memiliki kesamaan daerah tempat tinggal, identitas, hasrat, pandangan politik, dan kelas sosial berkumpul.
Individu–individu ini berangkat dari naluri mereka sebagai makhluk sosial. Setelah rutinitas harian mereka, setelah mereka menghidupi diri sendiri dan keluarga mereka, tiba saatnya individu-individu ini lapar akan hidangan yang disajikan oleh sosiolog Charles Horton Cooley yang mengatakan bahwa individu dan masyarakat saling melengkapi, di mana individu hanya akan menemukan bentuknya di dalam masyarakat.
Kemudian di tengah atau di akhir pekan, mereka pergi sendiri atau pergi dengan anaknya yang sudah didoktrin, pergi ke stadion layaknya mesjid di hari jum’at, sinagoge di hari Sabtu atau gereja di hari Minggu. Berkumpul dengan individu lain yang senasib dengan mereka, untuk mengenang sejarah, melihat proses sejarah, atau bermimpi tentang sejarah di masa datang.
Namun ritual “kesepakbolaan” mereka bisa saja mendapat cobaan, seperti Portsmouth FC, klub yang berkandang di Fratton Park, Portsmouth, ini. Pada 26 Mei 2009, mimpi mereka akan kejayaan klub muncul setelah Portsmouth diambil alih oleh seorang pengusaha berkebangsaan UEA, Sulaiman Al Fahim. Bukannya awal kejayaan di dapat oleh suporter tetapi malah awal sebuah era kegelapan yang mereka alami.
Mulai tahun 2009 sampai 2013, klub ini beberapa kali mengalami pergantian kepemilikan. Bersamaan dengan itu, Portsmouth juga didera masalah finansial. Akhirnya, pada 19 April 2013, beberapa kelompok suporter yang tergabung dalam Porthsmouth Supporter Trust (PST) berinisiatif untuk mengambil alih kepemilikan demi menyelamatkan klub kebanggaan mereka.
Di daratan Britania lainnya, Manchester memiliki klub yang juga dikelola dan dijalankan oleh suporternya sendiri. Berbeda dari Portsmouth FC yang dipengaruhi kebangkrutan, FC United of Manchester didirikan oleh mantan suporter Manchester United pada tahun 2005 akibat ketidakpuasan atas pengambilalihan oleh Malcolm Glazer. Mereka berasumsi bahwa klub pujaan mereka akan terlilit utang karena Glazer Group menaikkan harga tiket di Old Trafford untuk menutupi pinjaman di anak perusahaannya yang lain.
Setelah sekian tahun hidup nomaden, pada 29 Mei 2015, FCUM resmi memiliki kandang baru di Broadhurst Park Stadium. Stadion yang berada di wilayah Moston ini juga didirikan secara swadaya oleh para suporternya. Saat ini FC United akan bersiap mengarungi National League North di musim 2015-2016. Di Inggris Raya, bukan hanya Portsmouth FC atau FC United of Manchester saja klub yang dimiliki oleh suporternya sendiri. AFC Wimbledon, Wrexham AFC, Wycombe Wanderers FC adalah beberapa contohnya.
Bisa dikatakan, kelompok suporter dari klub sepakbola membutuhkan identitas sebagai alat untuk mengukuhkan atau mempertahankan eksistensi mereka dari kelompok-kelompok lain melalui kebanggaan sejarah klub, prestasi klub, hingga kebanggaan teritori.  Misalnya seperti yang terjadi di Austria. Nasib sial dialami oleh suporter SV Austria Salzburg karena pada 6 April 2005 lalu,  klub tercinta mereka di akuisisi oleh perusahaan Red Bull. Perusahaan Austria yang bergerak di bidang minuman berenergi ini mengubah sejarah-sejarah yang tercipta, mulai dari nama klub menjadi FC Red Bull Salzburg, jajaran manajemen hingga warna kostum tim.
Para suporter yang tidak terima, kemudian mendirikan klub baru yang dinamai sama SV Austria Salzburg dan mempertahankan warna kebesaran mereka. Di Austria, hanya ada dua klub, di antaranya Violette -julukan SV Austria Salzburg- dan SK Rapid Wien yang dimiliki oleh suporternya sendiri.
Jika kembali lagi ke dataran Inggris, dilansir oleh The Guardian, pemilik Hull City Assem Allam berniat mengubah nama klub menjadi Hull Tigers. Setelah tahun lalu ditolak FA Council, kini Allam berniat mengajukan kembali aplikasi perubahan nama klub miliknya pada FA, sontak para pendukung The Tigers kembali mendemo kebijakan yang akan menghapus identitas mereka.
Lain Hull City, lain juga Cardiff City. Pemiliki klub yang juga merupakan pengusaha asal Malaysia, Vincent Tan, pada musim 2014/2015 mengambil kebijakan kontroversial dengan mengubah kostum kandang menjadi dominasi warna merah. Suporter yang tak terima dengan kebijakan ini pun bersuara, akibatnya mulai musim 2015/2016, Cardiff akan kembali berkostum biru.
Sebagaimana di Spanyol, FC Barcelona dan Real Madrid dapat menjadi contoh klub yang dimiliki suporter, yang mengajarkan bagaimana kehidupan sepakbola itu berjalan. Kebanggaan identitas, teritori  dan idealisme, pada akhirnya melahirkan kebanggaan prestasi. Athletic Bilbao, klub La Liga yang musim 2014/2015 menduduki urutan tujuh ini mempunyai lebih dari 33.000 anggota klub yang secara regular mengikuti pemilihan presiden klub. Bahkan The Leones-julukan Athletic Bilbao- tidak akan mengizinkan pemain di luar keturunan Basque untuk membela panji-panji klub yang saat ini dipimpin Presiden Jose Urrutia ini. Aturan tersebut dikenal dengan nama cantera.
Lain halnya yang terjadi di Jerman. DFL (Operator Liga Jerman) dan undang-undang tidak mengizinkan sebuah klub dimiliki mayoritas oleh individu atau sebuah perusahaan. Hak kepemilikan klub diserahkan pada anggota klub sebanyak 50% + 1 agar mendapat lisensi bermain di Bundesliga dan 2.Bundesliga.
Sesuai aturan yang dibuat bersama-sama oleh DFL dan pemerintah Jerman, klub yang terdaftar harus memiliki minimum tujuh orang anggota yang mengontrol dan mengelola klub. Hal ini bertujuan untuk memproteksi klub-klub supaya terhindar dari pemilik yang tidak tepat.
Jerman memperlakukan suporter sepakbola seperti raja. CEO Borussia Dortmund, Hans Joachim Watzke menjelaskan kalau tiket murah dan kendali suporter atas klub merupakan bagian dari budaya sepakbola Jerman. Lewat apa yang dikerjakannya, ia tak ingin suporter kehilangan romantisme dan budaya tersebut.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Pada era Galatama, banyak klub yang dimiliki oleh satu orang atau perusahaan, seperti Warna Agung dimiliki PT.Warna Agung, Pardedetex dimiliki pengusaha TD.Pardede, Arseto FC dimiliki Sigid Harjoyudanto. Kala itu, klub-klub Indonesia mirip dengan AC Milan yang lekat dengan kepemilikan keluarga Berlusconi ataupun Napoli yang dimiliki oleh Aurelio De Laurentiis.
Sepakbola, termasuk di Indonesia, seharusnya linier dengan kultur masyarakat. Sebagai olahraga yang berkembang menjadi budaya, sepakbola seharusnya juga berorientasi kepada suporter, bukan melulu kepada pemilik modal ataupun penguasa oligarki.  Tak ada yang membantah kalau gelontoran uang bisa membikin seseorang atau satu perusahaan membeli dan mengendalikan klub. Namun bagaimanapun juga, di antara suporter dan klub, selalu ada hal yang tak terbeli oleh uang sebanyak apapun.